Keluarga Kudus Nazaret Di Sa’pak Bayo-Bayo Sangalla Toraja

Toraja, (mitramediasiber)- Dalam rangka perarakan ziarah keluarga kudus Nazaret Keuskupan Agung Makassar Sa’pak Bayo-Bayo Sangalla Toraja.
Seperti yang sudah disampaikan homili dalam perayaan ekaristi, dunia kita sekarang lagi menghadapi permasalahan global yang sangat memperihatinkan dan itu adalah suatu masalah ekologi dan masalah keluarga, dua masalah yang sedang di hadapi dunia sekarang ini dan itu sangat memprihatinkan.

“Kita sebagai umat beriman di panggil oleh tuhan untuk ikut serta mengambil bagian  upaya dalam menyehatkan kembali oleh keluarga yang sakit keras katakanlah itu
sebagai tantangan yang berat,” terang Uskup Agung (KAMS), Mgr. John Liku Ada Minggu, (7/07/2019) saat di temui di Sa’pak Bayo-Bayo Sangalla Toraja.

Kemudian Uskup Agung (KAMS), Saya percaya satu-satunya teladan dari keluarga yang berbahagia adalah keluarga kudus nasaret sehingga untuk menyembuhkan dan menyehatkan kembali sebagai umat yang beriman harus menoleh dan mencontoh keluarga kudus nasaret.

Selanjutnya oleh bapak Uskup Agung (KAMS) Mgr.John Liku Ada menjelaskan, bahwa kita itu mau menyampaikan pesan kepada dunia dengan visi dasar itu harmoni semesta berbasis keluarga.

Dalam konteks budaya toraja adalah ekologi dan keluarga dalam kosmologis toraja sangat erat berkaitan satu sama lain

Kalau belajar apa yang di sampaikan dalam ‘Pasomba Tedong’ bahwa segala sesuatu yang ada itu berasal dan bersumber dari perkawinan suci antara lagit dan bumi.

Bahkan dunia dalam dewa dan dewi lahir dari suatu perkawinan suci, itu artinya dalam alam pikiran orang asli orang toraja kesatuan itu tidak lain dari dalam keluarga.

Ini penting sekali karena itulah kita bisa memahami kalau belajar baik-baik bahwa dosa asal versi agama asli toraja yaitu agama aluktudolo adalah melanggar terhadap hukum perkawinan, kisahnya itu bagaimana Londong Derura mengawinkan dua pasang anaknya yang saudara sekandung melawan suatu hukum dari perkawinan dan itu dosa yang tidak bisa di ampuni oleh pencipta.

Jadi akibatnya kisah dari Londong Derura ketika pesta perkawinan berlangsung lalu terjadi musibah adalah semua yang ikut dalam upacara perkawinan itu tenggelam kedalam tanah yang terbuka jurang dalam tanah dan dengan demikian juga ‘erang’ di langit artinya tangga menuju di langit sebetulnya sebelum manusia berdosa.

Hubungan antara manusia dan pencipta dalam cerita itu, sungguh erat sekali di gambarkan dengan ‘erang’ di langit komunikasi erat hubungannya, karena dosa itu Puang Matua merubuhkan dan menghancurkan ‘erang’ di langit. Buktinya orang-orang petua dulu mengatakan gunung batu itu dari zaman Enrekang sampai di Rantepau Toraja Rosarira.

Dalam kitab suci kristen itu pesannya sama karena akibat dosa manusia, maka masuklah maut dalam dunia ini, Kristus datang untuk memulihkan kembali hal itu.

Tadi malam itu ada pawai lilin yang di mulai dari rumah tongkonan untuk datang kesini itu berarti kalau orang toraja itu pada suatu ikatan dalam kekeluargaan adalah wujud di dalam hidup sosial ‘rubah para puang’ yang berpusat pada tongkonan.

Keluarga yang berpusat pada tongkonan sedang menghadapi masalah, datanglah dari tongkonan bertemu dengan keluarga kudus nasaret menimba contoh dari keluarga kudus nasaret untuk menyehatkan keluarga kembali.

Semakin banyak orang, khususnya keluarga-keluarga yang datang kesini untuk mengembangkan keluarga kudus nasaret dan mencontoh agar dapat menggali spiritualitas keluarga kudus nasaret.

Kunci dari keluarga nasaret adalah ketaatan kepada kehendak Allah secara total manusia harus melakukan itu.

Ketika manusia itu taat kepada dirinya sendiri kacaulah hidup manusia dan hancurlah keluarga, jadi kita harus mencontoh dari keluarga kudus nasaret yang prinsip hidup adalah setia pada kehendak Allah.
(Paul/*)