Surabaya, mitramediasiber- Indonesia menjadi sasaran masuknya sampah-sampah berbahaya dan mayoritas tak dapat didaur ulang dari negara maju seperti Amerika Serikat (AS) hingga Eropa. Indonesia pun tak terima dan mengirim balik sampah yang berada di dalam kontainer ke negara asalnya.
Ternyata, serbuan sampah plastik impor tersebut juga terjadi di beberapa negara Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia, Filipina, Thailand, hingga Vietnam.
Sama seperti Indonesia, pemerintah negara-negara ASEAN menolak dan mengirim balik sampah berbahaya ke negara asalnya.
Menurut The Economist, Selasa (18/6), pemicunya adalah kebijakan Pemerintah China. Negeri Panda itu menghentikan impor sampah dari AS dan Eropa sejak akhir 2017. China merupakan produsen pengolahan sampah daur ulang terbesar di dunia.
China sebagai produsen manufaktur menjual produk dalam kemasan ke negara maju. Sebaliknya AS hingga Eropa sebagai importir produk-produk konsumsi mengirim balik sampahnya ke China. Namun, China kemudian menyetop pembelian sampah impor.
Akibat keputusan China, nilai perdagangan sampah plastik dan kertas bekas dunia sebesar USD 24 miliar per tahun menjadi mati.
“Pemilik sampah yang dari negara maju harus mencari pembeli baru. Negara Asia Tenggara pun menjadi tujuan dari sampah-sampah impor,” tulis The Economist.
Sayangnya, industri pengolahan sampah daur ulang di kawasan Asia Tenggara tak besar. Industri pengolahan kemudian kelebihan pasokan dan sampah menumpuk di tempat pembuangan. Hal inilah yang memicu larangan impor dari negara-negara ASEAN.
Menteri Lingkungan Malaysia, Yeo Bee Yin pada 28 Mei mengajukan protes atas masuknya sampah-sampah tersebut. Malaysia telah menolak dan mengirim balik 3.000 ton sampah plastik. Mayoritas sampah tersebut berkualitas buruk. “Sampahnya justru tidak bisa didaur ulang,” ungkap Yeo.
Thailand pada 2021 akan melarang impor sampah plastik pada 2021. Vietnam juga mengekor langkah Thailand. Kate O’Neill dari Universitas California, Berkeley menyebut langkah negara-negara Asia tak hanya mengedepankan isu lingkungan, tapi soal harga diri.
“Asia tak mau menjadi negara pembuangan sampah,” kata O’Neill.
Indonesia mengirim balik 5 kontainer berisi sampah ke Amerika Serikat (AS). Pengiriman 5 kontainer tersebut dilakukan dengan kapal kontainer ZIM DALIAN, dari Pelabuhan Tanjung Perak ke Pelabuhan Seattle, AS, yang transit terlebih dahulu di Pelabuhan Shanghai, China.
Berdasarkan keterangan Ditjen Bea Cukai yang diterima, Senin (17/6), peristiwa itu bermula ketika importir bahan baku industri kertas, yakni PT AS, mengimpor lima kontainer kertas bekas (waste paper-mixed paper). Namun ketika dicek ulang oleh tim Bea Cukai, kelima kontainer tersebut tidak sesuai ketentuan dalam dokumen.
Kelima kontainer tersebut berisi campuran sampah rumah tangga lainnya yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3), mulai dari kemasan minyak goreng dari plastik, botol bekas infus dari plastik, sepatu bekas, kemasan oli bekas, hingga botol minum sekali pakai.
(km/*)