Makassar, (mitramediasiber)- Indonesia Corruption Watch (ICW) bekerjasama dengan Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan (PerDik) Sulawesi Selatan (Sulsel) menggelar Pelatihan Analisis dan Advokasi anggaran di Hotel Horison, Jalan Jenderal Sudirman, Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), Kamis (4/7/2019).

Pelatihan advokasi penganggaran itu melibatkan lembaga difabel seperti HWDI Sulsel, Permata Kota Makassar, National Paralympic Committeee (NPC) Kota Makassar, PerDik Sulsel, Forum Anak Istimewa (Forkasi) Kota Makassar, Ikatan Tuna Netra Muslim Kota Makassar. Kegiatan itu berlangsung salam tiga hari, mulai Kamis – Sabtu.
Anggota Badan Pekerja ICW Tibiko Zabar Pradano mengatakan, pelatihan anilisis dan advokasi anggaran dengan melibatkan lembaga difabel adalah pertama kali dilakukan ICW. Itu dilakukan untuk memberikan pembekalan terhadap lembaga difabel untuk mengenal dan mamahani model penganggaran mulai dari tingkat Desa/Kelurahan hingga tingkat Kota dan Provinsi.
“Jadi memang ini perlu untuk dilakukan oleh teman-teman difabel untuk mendapatkan hak yang sama dalam proyeksi perencanaan penganggaran pemerintah dari level bawah hingga atas,” kata Tibiko.
Ia menjelaskan, teman-teman difabel memang sudah semestinya membangun kesadaran dan keberanian untuk berpartisipasi dalam penyusunan dan pengawasan anggaran.
Tibiko menjelaskan, teman-teman difabel harus dilibatkan dalam Musrenbang tingkat desa / kelurahan sampai pada musrembang tingkat kecamatan. Sehingga, hak-hak teman- teman difabel terpenuhi.
Tidak hanya soal penganggaran, lanjut Tibiko, kebijakan pemerintah itu mesti ikut merefresentasikan hak-hak difabel di dalamnya. Baik secara politik maupun kepentingan-kepentingan lainnya.
“Di situlah teman teman difabel ikut di sana. Sehingga APBD mencerminkan keberpihakan pada kelompok difabel,” ujarnya.
Menurutnya, partisipasi teman-teman difabel bukan hanya pada saat pengesahan saja. Akan harus dilibatkan sejak awal yakni penyusunan dan pembahasan draft.
“Nah inilah pentingnya pelatihan ini untuk memberikan pemahaman soal penganggaran,” katanya.
Sementara, Direktur Eksekutif PerDik Sulsel Abd Rahman menilai, pelibatan lembaga-lembaga difabel dalam penyusunan hingga pembahasan dan pengesahan anggaran di Makassar masih sangat minim. Begitu juga untuk skala Sulsel.
Gus, yang biasa disapa dan Ketua PerDik Sulsel itu mengatakan, dalam Musrenbang tingkat desa / kelurahan, hingga kecamatan hanya melibatkan tokoh pemuda.
“Teman- teman kadang hanya dilibatkan di level kota dan kabupaten saja. Kalau untuk kecamatan masih sangat minim,” kata Gus.
Padahal, lanjut Gus, lembaga-lembaga difabel harusnya menjadi representatif dalam perencanaan pembangunan daerah ke depan. Dan itu dimulai dari tingkat kelurahan dan desa sebagai lingkungan sosial kemasyarakatan.
(hdr/*)