(Catatan Pinggir Satu Tahun Kepemimpinan)
MAKASSAR-MITRAMEDIASIBER.COM. Minggu ini tepatnya tanggal 23 Juli 2020 kemarin adalah masa satu tahun kepemimpinan saya sebagai Rektor UIN Alauddin Makassar ke 12, terhitung sejak dilantik pada tanggal 23 Juli 2019.
Satu tahun masa kepemimpinan tentu memang masih terlalu dini untuk menilai kesuksesan dan kegagalan seorang pemimpin. Argumen inilah yang mendasari saya menyebut laporan ini sebagai catatan pinggir satu tahun kepemimpinan. Ibaratnya, kita saat ini sedang berada di pinggir atau di awal kepemimpinan.
Namun demikian, pada momentum historis ini, saya ingin mengurai beberapa capaian penting yang layak kita dokumentasikan sekaligus menjadi bahan evaluasi secara bersama-sama demi kebesaran dan kejayaan UIN Alauddin ke depan. Refleksi ini tentu bukan terkait pribadi saya, tetapi wujud kinerja bersama seluruh stakeholder UIN Alauddin Makassar. Saya memiliki prinsip bahwa pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang bisa merubah dan menggerakkan roda kepemimpinannya secara bersama-sama.
Merujuk kepada judul refleksi ini, “membumikan pancacita”, saya ingin mengawali dengan satu penegasan bahwa visi saya dalam menjalankan roda kepemimpinan di UIN Alauddin Makassar semuanya terangkum dalam Pancacita saya baik yang bersifat akademik maupun non-akademik. Pancacita ini menjadi petunjuk sekaligus arah dan orientasi kepemimpinan saya selama menjadi rektor di universitas tercinta ini.
Pancacita ini tidak hanya berhenti sebagai rumusan dari visi dan misi UIN Alauddin, tetapi kita bumikan dalam program kerja yang terukur. Salah satu cita utama dalam pancacita non-akademik adalah kampus yang asri. Cita ini tentu tidak terlepas dari latar belakang pendidikan saya yang pernah hidup di dua benua yang berbeda, Amerika dan Australia.
Pengalaman ini telah memberi pengaruh yang besar dalam alam sadar saya bahwa salah satu distingsi universitas-universitas maju adalah keasrian dan kesejukan kampusnya. Saya berkeyakinan bahwa lingkungan kampus yang asri baik yang saya rasakan di McGill, Montreal Canada maupun di ANU, Canberra Australia setidaknya memberi gambaran awal bagaimana keasrian dan kesejukan para penghuni kampus tersebut. Kalaupun cara pandang atau mindset penghuninya tidak persis sama, minimal warga kampus kita bisa membangun mimpi untuk mendekati keasrian kampus mereka.
Untuk mewujudkan kampus yang asri, bukanlah pekerjaan yang bisa diselesaikan satu, dua atau tiga tahun. Ini tentu membutuhkan proses yang panjang yang dimulai dengan langkah-langkah revolusioner. Filosofi inilah yang menjadi dasar pijakan dalam membangun langkah awal pengembangan kampus kita. Pasca pelantikan saya sebagai Rektor, hal pertama saya lakukan dalam mengawali kepemimpinan di kampus tercinta ini adalah berjalan mengelilingi kampus sambil memotret sendiri sudut-sudut kampus yang selama ini luput dari pandangan kita. Hal ini saya lakukan sendiri demi menangkap problem di lapangan secara langsung tanpa menunggu laporan dari bawah. Hasil dari observasi awal ini kemudian menjadi baseline data saya untuk memulai langkah nyata dalam mewujudkan kampus asri. Saya kemudian belajar ke UIN Raden Intan Lampung yang selama ini terkenal dengan keasrian dan kesejukan kampusnya. Saya juga mengajak Rektornya untuk mengelilingi Kampus Samata dan setelah mencermati topografinya, beliau meyakinkan saya bahwa Alauddin bisa lebih dahsyat dari Raden Intan sekiranya proyek keasrian itu tergeluti dengan optimal.
Berdasarkan data dan pengalaman benchmarking di atas, setidaknya ada dua hal penting yang harus dilakukan, yaitu memastikan sistem petugas kebersihan kampus berjalan secara efisien dan membangun kesadaran kolektif bagi seluruh stakeholder kampus terkait pentingnya menjaga kebersihan kampus.
Dua poin inilah yang sedang kita bangun selama satu tahun belakangan ini. Poin pertama tentu telah kita saksikan secara bersama-sama bahwa petugas kebersihan kita memang belum bekerja secara profesional, tenaga-tenaga mereka belum terlatih sebagaimana idealnya petugas-petugas kebersihan profesional(hms/anto/mm/*)