Dosen FKM-FKIP Unmul Samarinda, Melalui FGD Kembangkan Model Edukasi Gizi Berbasis “Peer Educator”

*Pelaksanaan FGD di SMPN 2 Samarinda.

Samarinda-mitramediasiber.com-Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) dan Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) melakukan Pengabdian masyarakat, melalui Kegiatan focus group discussion (FGD).

Kegiatan FGD dalam pengembangan model edukasi gizi berbasis “Peer Educator” untuk menangani masalah gizi lebih pada remaja, khususnya usia Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 (SMPN 2) Samarinda, Kalimantan Timur belum lama ini. Kamis 19 September 2024.

Demikian diungkapkan Dr. Iriyani K, S.KM.,M.Gizi Sebagai Ketua tim Pengabdian Masyarakat Unmul Samarinda pada media ini, yang juga dikenal sebagai Dosen Senior pada FKM.

Ia mengungkapkan pula Kegiatan focus group discussion (FGD) dalam pengembangan model edukasi gizi berbasis “Peer Educator”, ini bertujuan untuk menangani masalah gizi lebih pada remaja, khususnya usia SMP Negeri 2 Samarinda, Kalimantan Timur.

“FGD membantu menggali pandangan, kebiasaan, dan pemahaman remaja tentang pola makan dan gizi. Ini penting karena perilaku gizi lebih sering kali dipengaruhi oleh faktor lingkungan, kebiasaan, dan tekanan sosial,”. Paparnya lagi.

Dr. Iriyani mengatakan pula melibatkan mereka dalam diskusi, kita bisa memahami masalah mendasar yang dihadapi remaja dan mengembangkan pendekatan yang lebih relevan dan sesuai dengan kebutuhannya.

“Oleh karena itu diharapkan melalui kegiatan FGD ini, sebagai salah satu terobosan oleh Tim Pengabdian Masyarakat dari Universitas Mulawarman yang beranggotakan Ratih Wisnuwardani.,S.K.M.,M.PH.,Ph.D dan Dr Suryaningsi.,S.Pd.,M.H.,C.Ed. “ujar, Dr. Iriyani K, S.KM.,M.Gizi yang juga sebagai ketua Tim.

Kegiatan dihadiri oleh kepala sekolah SMP Negeri 2 Samarinda Drs. Miradianto.,M.Pd, dan Wakil Kepala sekolah Bidang kesiswaan Sofyan Nur.,S.Pd. serta dihadiri oleh 50 siswa dan siswi yang dinyatakan layak untuk menjadi educator setelah melakukan pengukiuran antropometri (berat badan, Tinggi Badan, dan Lingkar Pinggang).

Foto;-Penyajian materi FGD oleh Dr. Suryaningsi.,S.Pd.,M.H.-Saat FGD di SMP Negeri 2 Samarinda Kalimantan Timur ((Ist).

Lanjut Dr. Iriyani, selaku dosen Prodi Gizi di FKM UNMUL, menyatakan bahwa “Peer Educator” atau pendidik sebaya berperan penting karena mereka memiliki akses langsung dan bisa mempengaruhi sesama remaja dengan cara yang lebih efektif.

“FGD memungkinkan pendidik sebaya untuk berbagi pengalaman, tantangan, dan ide dalam membantu rekan mereka yang mengalami masalah gizi lebih. Diskusi ini juga membantu menciptakan model yang dapat diterapkan dengan baik di lingkungan remaja.”

Ia menuturkan pula, bahwa setiap daerah memiliki karakteristik sosial dan budaya yang berbeda, yang mempengaruhi pola makan dan pandangan tentang gizi. Melalui FGD, faktor-faktor ini dapat diidentifikasi dan dipahami dengan lebih baik, sehingga model edukasi yang dikembangkan bisa disesuaikan dengan konteks lokal di Samarinda.

Sementara itu Drs. Misradianto.,M.Pd. dalam sambutannya menyatakan bahwa pengembangan model edukasi berbasis “Peer Educator” menyesuaikan dengan realitas kehidupan remaja. FGD sangat tepat dilakukan karena metode dan materi yang diajarkan relevan dan mudah dipahami oleh siswa.

Pendekatan yang berbasis pada remaja sendiri akan lebih efektif dibandingkan dengan metode edukasi yang hanya berfokus pada teori atau norma yang tidak sesuai dengan kehidupan sehari-hari mereka.

FGD juga bermanfaat untuk mengidentifikasi cara-cara paling efektif dalam menerapkan model edukasi gizi, termasuk menentukan media komunikasi yang paling tepat, mengidentifikasi waktu yang cocok untuk edukasi, dan bagaimana memantau serta mengevaluasi keberhasilan program di lapangan.

Demikian halnya dengan Dr. Suryaningsi.,S.Pd.,M.H. sebagai narasumber juga menyatakan bahwa FGD memberikan masukan dari berbagai pihak terkait, seperti remaja, guru, orang tua, dan ahli gizi, untuk menciptakan model edukasi gizi yang menyeluruh.

“Dengan melibatkan berbagai perspektif, model edukasi yang dihasilkan akan lebih komprehensif dan berpotensi lebih efektif dalam menangani masalah gizi lebih pada remaja.”

Ia pula mengungkapkan dengan melibatkan remaja berarti memberikan mereka rasa kepemilikan atas program ini, sehingga mereka lebih termotivasi untuk berpartisipasi aktif dalam edukasi gizi.

“Ketika remaja merasa dilibatkan dan dihargai, mereka akan lebih mudah menerima perubahan perilaku yang positif. Dengan FGD, model edukasi gizi berbasis “Peer Educator” akan menjadi lebih efektif, relevan, dan berkelanjutan, khususnya dalam menangani masalah gizi lebih pada remaja SMP di Samarinda,”tutup Dr Suryaningsih.(hum/FGD/nurwan).