
Quo Vadis menjadi kalimat sakral peristiwa teologis Kristen yang terjadi di Roma, kalimat tersebut kemudian diabadikan menjadi nama gereja Domine Quo Vadis di Roma, Italia.
Kalimat tersebut menggugat “Ke mana engkau pergi?” hingga menjadi monumen ketulusan dan pengorbanan. Perkembangan telah membawa perubahan dan penggunaan kalimat quo vadis dibanyak segmen. Kalimat tersebut berkaitan dalam menentukan arah dan tujuan yang dicita-citakan.
Kejaksaan telah menentukan arah dan tujuannya dengan menjadikan Jaksa Pengacara Negara sebagai pilar penegakan hukum modern.
Kejaksaan telah menunjukkan eksistensi, bertahan dalam setiap perkembangan dan perubahan dan telah terbukti bahwa Kejaksaan dapat menyesuaikan dengan perubahan zaman. Kejaksaan juga telah menjadi lembaga modern dan humanis, melalui fungsi penegakan dan pelayanan hukum.
Kejaksaan memiliki peran sentral dan strategis dalam penegakan hukum modern yang erat kaitannya dengan kewenangan bidang perdata dan tata usaha negara. Perkembangan penegakan hukum telah membawa Kejaksaan untuk terus bertransformasi memberikan kontribusi dalam pembangunan hukum nasional. Kejaksaan tidak hanya sebagai procureur generaal, tetapi juga sebagai advocaad generaal dan solicitor generaal yang dilaksanakan oleh Jaksa Pengacara Negara.
Kedudukan Kejaksaan sebagai procureur generaal berarti bahwa Jaksa Agung sebagai Penyidik, Penuntut Umum dan Eksekutor Tertinggi erat kaitannya dengan perkara pidana.
Dari perspektif asas penuntutan tunggal, negara memberikan kekuasaan penuntutan hanya kepada Jaksa Agung yang dapat mendelegasikan wewenang penuntutan yang dimilikinya.
Advocaat Generaal memberikan Kewenangan kepada Jaksa Agung mengajukan pendapat teknis hukum dalam perkara kepada Mahkamah Agung dalam permohonan Kasasi. Solicitor Generaal Jaksa Agung memiliki kewenangan selaku Jaksa Pengacara Negara Tertinggi.
Jaksa Pengacara Negara dirangkai dengan kata “pilar” mengirimkan pesan bahwa kedudukan Jaksa Pencara Negara begitu strategis dalam penegakan hukum modern. Suatu rumah atau bangunan konstruksi tidak akan berdiri dengan kokoh dan megahnya tanpa pilar yang kuat.
Secara etimologi, kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan kata “pilar” menjadi tiga, pertama “pilar” diartikan sebagai penguat sebuah monumen agar berdiri dengan megahnya. Kedua “pilar” juga diartikan sebagai dasar yang bersifat pokok. Ketiga “pilar” diartikan sebagai tiang untuk menyangga bagian konstruksi atau beban diatasnya.
Dalam falsafah kehidupan kata “pilar” bermakna sebagai nilai yang dianut, prinsip, dan tumpuan untuk terus bergerak. Pilar juga dapat membantu menghadapi berbagai situasi dan kondisi yang menjadi tantangan. Istilah pilar digunakan untuk menggambarkan bahwa Jaksa Pengacara Negara menjadi penopang dan tumpuan tegaknya penegakan hukum Kejaksaan dalam segala lini kehidupan.
Penegakan hukum sebagai proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam hubungan-hubungan hukum dikehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Eksistensi Jaksa Pengacara Negara menjadi tuntutan penegakan hukum modern.
Dalam teori Hukum progresif menjadi bagian dari proses searching for the truth (pencarian kebenaran) dan searching for justice (pencarian keadilan) yang tidak pernah berhenti, gagasannnya mengalir, dan tidak bertahan pada status quo. Kiblat hukum progresif selalu menuju pada hukum untuk manusia. Paradigma penegakan hukum modern tidak hanya didasarkan pada kepastian hukum semata, tetapi menjunjung nilai keadilan dan kebermanfataan bagi masyarakat luas.
Teori hukum progresif tersebut sejalan dengan Komitmen Kejaksaan, hal ini dilihat pada tema rakernis bidang Datun Tahun 2024 yang mengangkat tema “Penguatan Fondasi Jaksa Pengacara Negara Dalam Rangka Mendorong Produktifitas Untuk Transf.
*Ferry Tas, S.H., M.Hum., M.Si.
(Asisten Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Kejati Sulsel/Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Hasanuddin).