(Opini: H. Muchtar )
Kwalitas hidup secara umum menopang kemajuan pulau dalam konteks kultural,
mengalami akulturasi yang nyata tapi tidak terasa.
Kebiasaan budaya masyarakat yang menjadi
basis kehidupan orang kepulauan dulu dan sekarang berbeda sangat jauh. Dalam rentang waktu duadekade saja berdasarkan sifat alamiah perubahan sosial, kita dapat gunakan mengamati penomena
gerakan sosial pada berbagai aspek kehidupan masyarskat daerah kepulauan, untuk mendapatkan
gambaran tentang prilaku sosial budaya para pendahulu orang pulau, hingga prilaku sosial orang
pulau yang kekinian.
Pendahulu para penghuni pulau, jika ditelusur jejak historisnya, maka kita akan menemukan
perbedaan mendasar atas tiga klaster prinsip hidup masyarakat pulau, ketiganya terbias pada gaya
dan prilaku keseharian pada semua tingkat umur orang orang pulau. Sejatinya memang klaster yang
dimaksud disini hampir disifati oleh semua komunitas manusia pada setiap daerah, akan tetapi
terhadap komunitas daerah kepulauan bermuara pada imbas kemajuan pengembangan seluruh
aspek kehidupan.
Dimasa yang lalu, para Tetua orang-orang pulo, memiliki daur hidup yang cukup sederhana,
rumah, pakaian dan perabotan bahkan sampai keinginan yang
sederhana pula.
Diantara semua itu ada satu hal prilaku para tetua orang- orang pulau yang terlihat
sederhana tapi sangat mena’jubkan, sebutlah itu hobi dan kebiasaan menanam tunas kelapa sebagai
pagar hidup yang hingga kini masih banyak menghiasi bibir pantai sebagian pulau, tidak banyak
orang yang hidup di generasi berikut memahami philosophy menanam tunas kelapa, mulai dari
bendanya hingga maksud dan tujuannya kenapa menanam kelapa dan kenapa harus kelapa.
Fhiloshopi Tanam Kelapa
Seseorang yang sudah renta, terlihat menggali lubang kecil pada sebuah pinggir kebun, lalu
ditanya dengan kalimat sederhana “kakek mau tanam apa ?” kelapa nak jawab si kakek, loh kakek
tau, kelapa butuh waktu berapa tahun baru bisa berbuah, hemm guman si kakek tanda
mengerti.
Seketika itu juga kakek balik bertanya, “hei anak mudah pernahkah kamu makan kelapa?” dan
bagaimana cita rasanya enak tidak? Pasti enak dan segar. Kemudian bertanya lagi “pernakah kamu
menanam kelapa?” pasti tidak toh, lalu siapa yang menanam pohon kelapa yang buahnya kamu
nikmati? tahukah kamu kalau tanaman kelapa itu sungguh suatu tanaman yang banyak sekali
manfaatnya, mulai dari akar hingga diujung daun tanpa kecuali, dan tahukah kamu kalau tunas
kelapa yang saya tanam dalam usia setua ini, bukanlah untuk diri saya tapi nanti hasilnya akan
dipetik untuk dinikmati oleh anak cucu generasi berikut. Inilah salah satu inti ketahanan wilayah
kepulauan ditangan pendahulunya, artinya kepulauan dimasa yang lalu bisa kuat bertahan dan maju
hingga beberapa generasi berikutnya karna para pendahulunya rela mengorbankan diri dan
kepentingannya untuk kemaslahatan kehidupan generasi pulaunya. Para pendahulu pulau pada
masa yang lalu rela dan tulus mengesampingkan kepentingan pribadinya yang jangka pendek, untuk
membangun harapan demi kepentingan pulaunya dengan seluruh hayat hidup yang ada didalamnya
generasi jangka panjang.
Meskipun pandangan ini tidak dibangun dari kajian data empirik yang valid dengan prinsip
anslisis ilmiah yang akurat, akan tetapi nyata terlihat dan terasa bahwa kondisi tatanan yang
fhilosophis telah hilang, tergantikan dengan prinsip hidup baru yang instantif dari para pelanjut generasi pulau yang kekinian.
Mereka para penerima tongkat estafet hak huni kepulauan yang
mungkin merasa atau mengaku visioner, dengan tanpa sadar menciptakan gaya kebiasaan hidup
baru yang seiring berjalannya waktu, menjadi pola hidup yang tidak berpihak pada kemajuan
berbagai dimensi kehidupan kepulauan, termasuk didalamnya pengelolaan lembaga pendidikan
dengan bias kualitasnya.
Disadari atau tidak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, ikut membentuk pola kebiasaan
pada diri seorang individu, khususnya pada tataran dinamika kehidupan yang berbasis pada gairah
dan ambisi.
Sebelum terjadi perkembangan teknologi yang demikian pesat. Saat itu para pendahulu penghuni pulau, hidup dengan tenang
dipulaunya, menuangkan karya nyata yang membuat kehidupan pulaunya memiliki imunitas yang
handal, tidak mudah dipengaruhi oleh sesuatu yang merugikan kepentingan jangka panjang.
Roda waktu terus berputar, seiring Jaman berganti menggilas jaman dengan kemajuan
informatika yang demikian pesatnya, propaganda dan janji-janji kemudahan dipertontonkan
sedemikian nyata, hingga tanpa terasa gaya dan kebiasaan bergeser dari waktu ke waktu, regenerasi
pun terus berlangsung hingga terbentuk generasi baru yang mengaku visioner dan senang dengan
kemajuan material, senang dengan proses yang cepat dan mutakhir walau harus melakukan emigrasi
pergi ke tempat yang jauh meninggalkan rutinitas lama menginginkan kemajuan yang ada di tempat
lain. Prilaku seperti ini terus terjadi akhirnya menjadi biasa dan lazim, bahkan sedikit menjadi
ekstrim karena seolah menjadi kebanggaan bagi sebagian orang.
Menurut pandangan penulis
prinsip seperti inilah yang menjadi penghambat atau bahkan menjadi racun bagi perkembangan
wilayah kepulauan, inilah yang menjadi biang tidak berkembangnya kemajuan kehidupan
masyarakat wilayah kepulauan dari berbagai dimensi sosial budaya, terutama ekonomi dan
pendidikan.
Tidak jelas bagi penulis tentang sejak kapan orang-orang pulau memiliki prilaku pragmatis
seperti ini, dimana kalau diestimasi dari sisi jumlah, kira-kira diatas 70% populasi masyarakat pulau
memiliki gairah yang tinggi menyukai wilayah daratan daripada pulaunya sendiri. Sikap ini cukup
signifikan mempengaruhi pengembangan berbagai aspek kehidupan orang pulo. Tidak dapat
dipungkiri kalau prilaku pragmatis seperti ini juga melanda seluruh lembaga perangkat pemerintah
dengan orang-orang yang bekerja didalamnya, seperti misalnya Kantoran, Sekolahan dan lain-lain
nyaris seluruhnya tidak memiliki pengelola yang ketulusannya prima untuk tinggal berkarya demi
kemajuan instansinya. Setiap petugas yang bekerja pada suatu instansi, pemerintah ataupun swasta
pada wilayah kepulauan selalu ingin menuju ke wilayah daratan yang dianggapnya bisa memberi
kenyamanan lebih dari pada di pulau, walau sebenarnya harapan tidak selalu sama dengan
kenyataan.
Apalagi adanya kejadian pada berbagai instansi pemerintah yang entah sejak kapan
bahwa jika seorang aparat negara apa itu sipil, polri bahkan TNI yang notabene tidak lahir di pulau,
ketika ditugaskan untuk mengabdi di daerah kepulauan dianggap oleh semua orang sebagai sansi
atau hukuman, pemikiran ini sudah menkristal pada ranah pikir aparat negara khususnya di daerah
kabupaten Pangkep.
Prilaku orang-orang yang menghuni pulau senantiasa ingin bermigrasi ke wilayah daratan,
sungguh sangat merugikan kepulauan dalam konteks kemajuan, khususnya pada tataran karya-karya
cerdas yang harus ditangani oleh profesional, karena pasti akan membangkitkan distorsi semangat
kerja dikalangan para aparat, karena melihat kenyataan bahwa para penghuni yang nyata lahir dan
besar di pulau tidak mau tinggal di pulau. Hal ini tentu sangat ironis sekali dan menurut hemat
penulis menjadi biang lahirnya stagnasi perkembangan wilayah kepulauan jika dibandingkan dengan
daerah lain dari berbagai bidang kehidupan Pengamatan klasik sampai hari ini, di wilayah kepulauan tidak lagi ditemukan prinsip orang tua
renta rela menanam tun as kelapa di pulaunya, artinya dari ratusan bahkan ribuan orang-orang hebat
yang lahir di pulau, tidak ada satu orang pun yang bersedia tinggal di pulaunya membangun pulau
sesuai bidang keahliannya, atau dengan kata lain tidak ada diantara mereka para cerdik cendekia
generasi pulau yang bersedia menjadi tumbal untuk kemajuan pulaunya, mereka semua
menganggap bahwa pulaunya adalah masa lalunya, ini tentu sungguh- sungguh sangat merugikan
wilayah kepulauan dari sisi perkembangan dan kemajuan.
Gambaran prilaku yang sudah menjadi
karakter, seperti itu, mengharapkan kemajuan akan menjadi suatu impian yang tidak pernah bangun
jadi kenyataan.
Ada satu angan-angan yang sangat bisa kita jadikan tumpuan harapan bagi tumbuhnya imunitas
kemajuan wilayah kepulauan, diantaranya kalau kita persepsikan para sarjana asal kepulauan,
seperti sarjana kelautan bersedia kembali dan tinggal mengelola pulaunya yang pesisir dan
pantainya terbentang cukup panjang dan luas, menata kehidupan orang pulau secara baik dan
seimbang, maka pastilah pulau itu akan menarik orang luar untuk berkunjung dan mungkin juga
berminat untuk mukim di pulau itu, maka suatu hal yang tidak mungkin suatu ketika pulau itu
menjadi primadona untuk dikunjungi para penikmat destinasi.
Meski harus disadari kalau hal seperti
ini butuh waktu dan perjuangan yang penuh pengorbanan. Hal lain yang kira-kira muatannya sama
dengan peran sarjana kelautan yang diulas diatas, yaitu kalau para sarjana pendidikan mau kembali
dan bersedia tinggal di pulaunya mengelola lembaga pendidikan untuk semua jenjang dan tingkatan,
sehingga bisa menyaingi lembaga- lembaga pendidikan yang ada di daratan, maka bisa dipastikan
wilayah kepulauan akan lebih jaya dibandingkan dengan wilayah lainnya, hal ini tentu bukan harapan
hampa asalkan semua pihak tulus dan bersabar berkarya di bidangnya masing-masing.
Rela berkorban pantang menyerah dan memahami betul bahwa hasil usaha yang dilakukan kini,
tidak harus dinikmati oleh pelaku yang memainkan peran strategis seperti yang sudah diulas
sebelumnya, mereka ini akan menjadi icon kebangkitan yang akan dipetik buahnya oleh generasi
berikutnya.
Sejarah pasti mencatat nama-nama mereka dengan tinta emas sebagai tokoh yang
menjadikan diri dan hidupnya tumbal kemajuan wilayah kepulauan.
Inilah yang harus ada tapi ini jugalah yang telah hilang, tinggal kita menunggu jaman berganti,
sambil terus berharap adakah sosok anak jaman yang mampu merevitalisasi yang rusak, yang hancur
bahkan yang sudah tiada untuk kembali membumi dipersada wilayah kepulauan.
Perjalanan waktu yang terus bergulir, menyisakan banyak kisah yang mempersoalkan akibat
ditengah kehidupan orang-orang pulau, tentu saja akibat buruk yang paling terasa oleh para
penghuni wilayah kepulauan, sebutlah itu bom laut yang secara parsial menguntungkan kelompok
masyarakat tertentu yang sifatnya sementara dan sesaat saja, selebihnya menyisakan kerangka
kerusakan biota laut yang tidak mudah diperbaiki dalam waktu singkat apa lagi memulihkan kembali
seperti sediakala. Untunglah peraktek hidup nelayan seperti ini ada penghentian yang terawasi oleh
aparat hukum kita, meski itu terlambat namun masih lebih baik daripada tidak sama sekali, sehingga
tetap ada titik harapan yang kecil dan jauh.
Disamping bom laut, ada troll yang lazim disebut pukat harimau, ini menimbulkan efek
kerusakan biota laut yang kurang lebih sama dengan bom laut itu, meskipun dari sisi keamanan bagi
pengguna sedikit lebih aman dari bom.
Mungkin inilah salah satu alasan sehingga pukat harimau
masih berseleweran setiap waktu di perairan wilayah kepulauan kabupaten Pangkep. Sulit diterka
seperti apa kondisi wilayah kekuasaan kerajaan ikan, yang setiap saat dibom dari atas pada waktuwaktu tertentu, diserang dengan pukat harimau dari berbagai penjuru tidak mengenal waktu, maka
ketika mereka para rakyat ikan sudah tidak punya tempat berlindung maka tentu tidak ada alasan untuk tidak menyelami pulau, pergi mencari tempat yang aman, walau itu ditempuhnya dengan jarak yang sangat
jauh.
Menyelami Pulau
Dua jenis kegiatan masyarakat kepulauan dan pesisir kabupaten Pangkep, ditinjau dari sisi
ketersediaan biota laut dalam kurung waktu dua dekade ini, cukup signifikan mempengaruhi tingkat
pendapatan para nelayan masyarakat kepulauan, ini juga yang menyebabkan carut marutnya
kegiatan nelayan mencari nafkah untuk menghidupi keluarga mereka, sehingga paktanya saat ini di
pulau- pulau tertentu pada wilayah kabupaten Pangkep ada kegiatan melaut yang harus menyelam
hingga kedalaman 15 sampai 20 meter bertaruh dengan hidup mati untuk mendapatkan ikan, yang
biasanya bisa didapati dipermukaan.
Kegiatan lain yang juga cukup buat pilu keluarga, ketika
kelompok pelaut harus pergi jauh pada perairan daerah lain dalam waktu berbulan-bulan membawa
bagang penangkap ikan, tanpa jaminan hasil yang diharapkan. Dari sisi inilah yang merupakan akibat
tidak langsung yang ditimbulkan oleh kemiskinan ilmu para penghuni pulau yang jikalau dibiarkan
tanpa penanganan yang baik dan tepat, maka bisa dipastikan nasib kepulauan yang kini sedang
terapung timbul tenggelam, suatu ketika akan benar-benar tenggelam.
Solusi Untuk Orang Pulau
Untuk itu penulis secara
tegas menawarkan suatu solusi, hentikan berbagai bentuk ekploitasi laut pesisir kepulauan karena
hal itu dapat dikategorikan penjarahan hak-hak anak pulau untuk kehidupannya dalam waktu yang
panjang ke masa depan.
Berikan penghuni kepulauan ilmu tentang kelautan dengan cara kearifan
lokal, orang-orang kelahiran pulau yang punya kapabilitas ilmu kelautan, yang punya kapabilitas ilmu
lingkungan pesisir, kembalilah dengan suka dan rela leluhurmu tentu sangat bangga padamu, walau
kini mereka sudah berada di alam baka.
Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah edukasi dan
advokasi hukum bagi mereka para penghuni pulau, sebagai langkah-langkah humanis dalam rangka
membantu mereka menemukan kembali jalan hidup yang benar, menghuni, memanfaatkan untuk
suatu ketika bisa mereka nikmati kehidupan anak pulau yang sakinah.
Masalah yang berkaitan dengan hayat hidup orang-orang pulau di seantero kepulauan
kabupaten Pangkep misalnya.
Dengan Strategi pemulihan yang cukup mumpuni, dipandang mampu
memulihkan bahkan bisa membawa kondisi kehidupan pulau yang lebih baik, khususnya untuk
bidang hidup pada tataran ketersediaan kebutuhan hidup secara alamiah. Demikian juga dengan
pola tata ruang perumahan rakyat dengan kelestarian keindahan pantainya yang harus terus
dipertahankan.
Berbicara tentang pola hidup sejahtera berkelanjutan, sesuatu yang sifatnya sangat komplit dan
tidak semata-mata hanya pada sandang dan pangan saja, akan tetapi membutuhkan pelengkap
kualitas layanan umum kehidupan termasuk didalamnya beberapa tatanan bidang sosial, seperti
agama, pendidikan, kesehatan dan keamanan.
Disinilah perlunya kolaborasi yang sinergi dari semua
pihak yang ahli di bidangnya masing-masing, sehingga tetap saja tidak elok dan bahkan terasa kurang
lengkap ketika masih terdapat bidang kehidupan yang cukup strategis tapi terabaikan oleh sentuhan
upaya pemulihan ke arah kalaziman.
Imbas kebijakan masa lalu, pada berbagai bidang keahlian tidak sedikit praktisi atau bahkan
profesional asal daerah kepulauan, terbuang sia-sia keahliannya di tempat lain, jika diukur dari
tingkat kepentingan pihak yang membutuhkan keahlian yang dimaksudkan, karena pada hakekatnya
setiap ahli atau profesional yang dilahirkan dan besar di kepulauan, jauh lebih tinggi manfaatnya jika
mereka mendarma baktikan keahliannya dipulaunya sendiri dibandingkan kalau mereka ditugaskan
didaratan, lagi-lagi untuk orientasi kebermafaatan yang bermuara pada kepentingan pengembangan
kemajuan wilayah kepulauan dalam jangka panjang.
Konteks ini penting dipahami oleh semua pihak,
terutama penentu kebijakan dan pihak yang bersangkutan sebagai pribadi profesional.
Keselarasan dan keseimbangan dari seluruh komponen pengembangan wilayah kepulauan
yang diimpikan dapat diharmonisasi mengusung kemajuan, sebagaimana yang telah dijabarkan di
halaman sebelumnya, mungkin saja tidak bisa bergerak maju jika tidak mendapatkan perhatian dan
dukungan dari pihak otoritas penguasa, terutama untuk bidang kemajuan yang bersifat fisik.
Konteks
ini tentu menjadi sesuatu unsur yang sangat menentukan. Banyak fakta masa lalu yang bisa
memberi pelajaran atas sukses dan gagalnya suatu proyeksi, manakala perhatian unsur otoritas tidak
sepenuhnya diperoleh, lebih-lebih jika memang tidak mendapat dukungan. Oleh karena itu penting
sifatnya untuk gerakan kebangkitan seperti ini, dirancang drafnya oleh otoritas pemerintah untuk
dilaksanakan secara progresif tahap demi tahap sesuai arah pembangunan daerah wilayah
kabupaten Pangkep.
Ketika semua unsur atau pihak yang berkepentingan lengkap dan bertekad untuk memajukan
wilayah pulau, sebagaimana yang sudah di lansir pada bagian awal, sudah membentuk solidaritas
yang kokoh, maka akan mudah terbangun yang disebut networking, sehingga apapun yang ingin
dilakukan mudah untuk diprogramkan. Penulis ingin melansir contoh model, mudah- mudahan tidak
dianggap berlebihan oleh pembaca. Dari sekian banyak peluang yang tersedia sejak dulu hingga kini
belum juga terencana untuk digarap, salah satu peluang yang tersedia adalah konteks tata ruang
pesisir wilayah kepulauan, menurut hemat penulis setelah mengamati kondisi wilayah kepulauan
selama empat tahun terkini, tersedia dua ruang publik di wilayah kepulauan yang bisa dijadikan
semesta proyeksi dalam konteks pengembangan pesisir, yang pertama tata ruang pesisir pulau
secara tunggal mandiri dan yang kedua tata ruang pesisir kepulauan secara berkelompok.
Untuk ruang publik tata ruang pesisir pulau secara tunggal mandiri, penulis memilih pulau
Balang Lompo sebagai conto model pengembangan pesisir pantai yang diyakini oleh penulis sangat
bisa dilakukan ketika seluruh perangkat kepentingan solid dengan visi yang sama.
Salah. Satu contoh Pulau Balang
Lompo menyimpan potensi alam pesisir pantai yang bisa dibangun, diantaranya punya bibir pantai
yang landai, memiliki timbunan pasir putih hampir 90% mengitari pantai pulaunya, pantai yang
terbuka bersisian dengan kaki langit dari delapan arah mata angin. Potensi ini menurut pandangan
penulis jika berhasil ditata dengan sentuhan prinsif kearifan lokal yang moderat, akan melahirkan
ruang publik baru berupa destinasi pantai yang menakjubkan, yang selanjutnya dapat mengundang
datangnya penikmat wisata pantai dari berbagai penjuru dunia, baik domestik maupun nantinya
orang-orang manca negara. Inilah salah satu yang dianggap oleh penulis pulau Balang Lompo yang
selama ini mengapung timbul tenggelam akhirnya bisa terbang hingga ke manca negara.
Uraian di atas hanyalah contoh model pulau yang bisa dikembangkan, berdasarkan buah
pikiran penulis, tentu hal itu masih sangat parsial dan tidak menguraikan langkah-langkah secara
teknis, tapi paling tidak para pemilik pulau yang nantinya sempat membaca tulisan ini, dapat
membentuk sudut pandang baru, walau mungkin berbeda ataupun bertentangan dengan sudut
pandang penulis tidaklah menjadi suatu dinding penghalang untuk berbuat, karena apapun bentuk
responnya nilainya tetap positif ditinjau dari sisi pembentukan mindzet orang-orang penghuni sejati
pulau Balang Lompo. Kendala yang berupa ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan pasti
selalu ada setiap ada perjuangan mencapai kemajuan, namun tidak boleh dijadikan momok yang
harus ditakuti secara berlebihan, tetap saja dianggap sebagai varian pengiring yang mempertebal
tekad dan motivasi untuk maju pantang mundur. Selanjutnya ketika model ini dianggap layak dan
rasional untuk diproyeksikan khusus di pulau Balang Lompo, dengan segala daya yang tersedia maka
dengan penuh keyakinan hasilnya bisa dinikmati oleh para penghuni pulau. Karena perlakuan model
yang diambil masih dalam tataran ruang lingkup tunggal mandiri pulau Balang Lompo, akan tetapi
ketika berbicara hasil yang sudah terbukti sukses maka tentu informasinya akan menyebar keseluruh penjuru wilayah kepulauan , sehingga hal serupa dapat menjadi sebaran proyeksi pada
pulau-pulau lainnya khususnya yang saling berdekatan atau pulau-pulau yang serumah tangga
administrasi dalam pemerintahan wilayah kecamatan.
Sekali lagi penulis dengan penuh kerendahan
hati mengatakan bahwa uraian itu masih sangat parsial, tetapi didalam proyeksi cipta destinasi
pantai pulau mandiri itu, hasilnya akan menimbulkan riak dan bahkan gelombang gerakan dalam
masyarakat pulau, yang tentu saja ikut di tata dalam batas- batas etika yang berkeadilan.
Kesuksesan dari upaya tata ruang mandiri pulau dalan konteks kecil destinasi pantai dengan
seluruh bias positifnya, akan menjadi standar atau tolak ukur untuk membidik proyeksi yang
skalanya lebih besar, sebutlah itu proyeksi tata ruang pesisir pulau secara berkelompok.
Dengan
dasar ketersediaan daya dukung sebagaimana yang telah diulas, pemikiran proyeksi berikutnya
adalah bagaimana menciptakan kemudahan berinteraksi antar pulau dengan pulau yang
diasumsikan satu dan yang lainnya sudah sukses mandiri dalam lingkaran-lingkaran pulau.
Dalam
konteks program dan dengan kemandirian bukan, hal yang berlebihan jika dibangun jembatan
penghubung antara pulau-pulau yang saling berdekatan, dan hal ini menjadi sesuatu yang luar biasa,
tidak gampang, pasti ada yang bilang tidak mungkin dan menganggap penulis gila. Sebutan
pemikiran gila mungkin saatnya terpakai dan tidak menjadi salah asalkan tujuan tercapai.
Kemandirian Pulau
Optimisme
penulis untuk ditularkan kepada setiap yang membaca tulisan ini terkhusus bagi pangeran-pangeran
wilayah kepulauan untuk lebih menata sudut pandangnya, membandingkan pakta-pakta yang sudah
ada disekitar kita. Lihatlah yang ada di Kalimantan disana ada jembatan panjang yang namanya
Barito, penghubung dua tempat yang berjauhan. Lihatlah yang ada di Surabaya disana ada jembatan
terpanjang di Indonesia namanya Suramadu, penghubung kota Surabaya dan pulau Madura. Selain
fakta-pakta itu masih banyak lagi yang lainnya di negara tetangga, jangankan jembatan yang
terbentang di permukaan bumi, dibawah air laut atau dibawah tanahpun bisa dibuat, jadi tidak ada
kata tidak mungkin untuk sesuatu yang punya hubungan rasional, semua akan terjawab kan oleh
waktu.
Menarik untuk dibayangkan bahwa ketika pulau-pulau di wilayah kepulauan Pangkep, bergerak
bersama melakukan perubahan minimal seperti yang dituangkan pada percontohan diatas, lalu
diantara pulau-pulau yang berdekatan dihiasi dengan jembatan penghubung yang tergantung
setengah lingkaran, dilengkapi dengan hiasan lampu pita untuk penerangan di malam hari, pasti
sangat elok dan menakjubkan.
Kemudian jika kondisi itu berhasil disebar informasinya ke seluruh
penjuru dunia, penulis berkeyakinan akan terjadi gelombang pengunjung yang mengarah ke
kabupaten Pangkep khususnya daerah kepulauan, hingga saatnya tiba di setiap gerbang kedatangan
akan kita selalu temukan baleho ucapan” viste Indonesia Pangkep Island” yang entah kapan itu, kita
belum bisa tulis karena kita juga belum memulai. Satu hal yang dapat penulis katakan bahwa ketika
konsep-konsep proyeksi yang dituangkan dalam tulisan ini akan benar-benar dimulai, haqqul yaqiin.
Pulau-pulau Pangkep suatu saat terangkat ke permukaan untuk terbang bersama kabupaten
Pangkep secara keseluruhan, kata terbang disini tidak benar-bebar terbang laksana burung yang
bersayap akan tetapi terbang dalam artian kualitas dan nilai jual yang melambung tinggi melampaui,
kondisi wilayah lainnya tidak terkecuali wilayah daratan dan perkotaan.
Dari dunia hayalan tingkat tinggi.
Penulis kembali berlayar menuju pulau Balang Lompo
sebagai kantor terbuka bagi penulis, yang berlantai pasir putih pulau, beratap langit biru tanpa
dinding, benar-benar ruang terbuka tampa batas. Pulau itu sangat ideal sebagai pelopor dimulainya
Mega proyek ini jika memang benar-benar diinginkan oleh seluruh otoritas pemangku kepentingan
pulau Balang Lompo.
Mungkin ada pihak yang tetap tidak yakin dengan cerita ini dan bertanya,
dengan cara apa, kapan mulainya dan oleh siapa. Rentetan pertanyaan seperti ini sejatinya masih
kurang, karena kita masih sangat butuh lebih banyak pertanyaan lagi yang diharapkan bisa
memantik gairah dan motivasi menghadapi tantangan yang pasti tidak ringan. Kondisi terkini pulau Balang Lompo yang dapat dilihat secara kasat mata, dan dapat langsung dikakukan perubahan lebih
awal untuk bisa lebih baik, seperti kebiasaan masyarakat membuang sampah di pantai sisi
rumahnya, nah kalau untuk masalah seperti ini dipertanyakan siapa yang harus melakukan, maka
jawabannya tentu kita semua para penghuni pulau, Karena masalahnya cukup jelas, pelakunya juga
jelas dan cara mengatasinya bisa lebih gampang dan cepat. Tinggal kita para penghuni pulau
membangun kesadaran dan berkomitmen untuk mengatasinya, Tampa harus menunggu petunjuk
atau perintah dari pihak penguasa. Kata kunci dari masalah ini bebaskan pantai dan lautnya dari
timbunan sampah, haqqul yaqiin kita akan menikmati pesisir pantai yang bening dan bersinar.
Kondisi lain yang juga cukup kasat mata di pulau Balang Lompo, adalah arah hadapan rumah
masyarakat nyaris semua membelakangi pantai sehingga praktis buangan air limbah rumah tangga
langsung turun ke pantai dan juga menup akses jalanan desa yang sebaiknya bersisian langsung
dengan pantai, masalah ini kalau dipertanyakan siapa yang harus mengatasi, maka jawabannya kita
semua para penghuni pulau, terkhusus bagi mereka yang barisan rumahnya di tepi pantai pulau.
Kata kunci dari masalah kedua 1@ini, adalah bebaskan pinggir pantai pulau sebagai ruang terbuka
yang nantinya layak dibangun akses jalanan. Dua konsep dasar yang sempat penulis ungkapkan di
pulau Balang Lompo, meski dikatakan sebagai hal yang mudah dan dapat dilakuksn langsung oleh
masyaraka sendiri, akan tetapi sangat lebih baik jika didalamnya sudah ada intervensi pengaturan
oleh otoritas penguasa sebagai pasilitator dan sebagai calon proyektor untuk terlaksananya proyek
perubahan di wilayah kepulauan di masa-masa yang akan datang.
Bahagian yang paling menarik dan sekaligus menantang dibicarakan untuk bisa segera
diupayakan pemulihannya, adalah biota laut penghuni pesisir yang semakin langka karena semakin
jauh jangkauannya dari pulau Balang Lompo, hampir-hampir tidak bisa lagi ditemukan pada pesisir
dekat pulau, jenis ikan-ikan yang merupakan bahan baku untuk olahan kulinier khas andalan
kepulauan, seperti ikan bakar baronang, cumu-cumi bakar, parede ikan kakap merah dan
sebagainya. Kalau unsur yang satu ini dipersoalkan untuk dipulihkan, maka kita akan berhadapan
dengan urusan yang tidak sederhana dan butuh waktu yang tidak sedikit. Mungkin kita bertanya
mengapa urusan pemulihan biota pesisir menjadi tidak sesederhana dari yang lainnya sementara
pesisir yang dimaksud adanya di pulau Balang Lompo juga. Perlu dipahami tentang sebab
kelangkaan biota laut pesisir yang terjadi pada banyak tempat, bahwa hal itu sebagai akibat dari
kegiatan ekploitasi pesisir laut yang tidak beradab lingkungan dan sudah menjadi bahagian dari
budaya masyarakat pulau, disamping juga kegiatannya bisa tidak berpusat di perairan pulau Balang
Lompo, sehingga untuk memulihkannya secara cepat sulit di wujudkan harus dengan sentuhan
program konservasi pesisir laut. Mungkin inilah salah satu kerusakan yang membutuhkan prinsif
kearifan lokal dalam konteks konservasi, yang harus menghadirkan ilmuwan berbudaya lokal
kepulauan, untuk menciptakan keseimbangan habitat pesisir pantai di pulau Balang Lompo. Sangat
tepat dan rasional ungkapan penulis pada bagian awal tulisan ini, mengajak para anak pulau yang
punya kapabilitas bidang kelautan dimanapun berada, kembalilah ke pulau lakukan banyak hal
sesuai dengan keahlian bidang yg dikuasai, demi kesejahteraan hidup anak cucu kita dimasa yang
akan datang
Sebagai kalimat penutup dan bagian akhir dari tulisan ini, penulis kembali mengingatkan,
bahwa untuk meraih sesuatu yang besar seperti bangunan yang besar megah, pasti dimulai dari
yang kecil dengan peletakan satu batu pertama hingga bisa membentuk bangunan yang megah.
Demikian sebagai ibarat dalam rangka mewujudkan mimpi jadi kenyataan. Sesuatu yang sulit bisa
menjadi gampang dengan merubah sudut pandang, sesuatu yang sangat mahal bisa jadi murah
hanya karena sudut pandang bahkan sesuatu yang tidak mungkin akan menjadi mungkin tergantung
dari sudut mana kita memandang. Untuk itu jangan pernah katakan tidak untuk sesuatu yang ada
jalannya sesulit apapun juga, seperti halnya konteks yang menjadi topik tulisan ini, mengangkat Pulau hingga terbang dari posisinya yang terapung apung, sebuah kalimat hiperbolis yang pasti
menorehkan kesan tidak mungkin pada setiap ranah pikir pembaca. Tanamkan tekad dan keyakinan
yang kuat dan penuhi semua harapan sebagaimana lazimnya, hentikan eksploitasi pesisir wilayah
kepulauan, kembalilah para ilmuwan kelahiran pulau dimanapun berada hadir dan karyamu terus
dinanti, berikan edukasi dan advokasi yang nyata agar para anak pulau nyaman di pulaunya,
kabarkan ke dunia luar untuk karya mereka bisa dikenal, kecil ataupun besar hasilnya mari rayakan bersama.(“)
*Kepsek SMAN 7 Pulau Balang Lompo Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan