Benarkah Politisasi Uang dan Logistik Kembali Bermain di Pilkada Serentak Indonesia 2024?

*Opini; Frans Kato.

Tak bisa kita pungkiri bahwa cikal bakal calon pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara serentak di Indonesia pada tanggal, 27 November 2024, adalah “calon yang berjuis.” punya modal kuat dan dukungan sumber dana dari pihak pendukung.

Karena cikal-bakal calon pilkada yang berjuis pasti punya banyak duit, dan segala urusan yang berkaitan dengan pemenangan politik dapat dilaksanakan.Tanpa banyak sumber duit sepertinya sia – sia karena belum tentu partai politik (Parpol), akan meliriknya.

Tentunya para cikal bakal calon kepala daerah, gubernur, walikota dan bupati
sudah menyiapkan dana, menyusul kepastian adanya deal politik yang berkaitan dengan mahar politik?.

Termasuk didalamnya survei, saksi di setiap tempat pemungutan suara (TPS ), kampanye dan lainnya yang berkaitan dengan akan pemenangan untuk calon yang bersangkutan.

Diperkirakan dana yang dibutuhkan untuk kegiatan politik, khususnya pemilihan kepala daerah berkisar mulai tingkat kabupaten, walikota dan gubernur puluhan milyar, bisa saja ratusan milyar berdasarkan data penulis dari pengalaman survei lapangan sekunder.

“Dana sebesar itu akan
dialihkan untuk sebelum pelaksana hari H pesta demokrasi. Walaupun diakui setiap parpol pendukung ataupun lainnya pasti juga akan membantu entah dari sosialisasi calon pada masyarakat baik secara pribadi maupun partai.”

Bukan menjadi rahasia lagi, karena kita dapat berpijak pada “pemilihan calon legislatif “dimana ada dugaan politisasi uang dan logistik yang maju sebagai calon anggota legislatif, ada yang gagal dan sukses.

Maka tidak menutup kemungkinan pilkada, ada saja calon dan atau institusi yang bermain melakukan hal yang serupa, walaupun di akui pemilihan cikal bakal calon pilkada memerlukan lebih satu partai dan banyak pendukung.

Jika benar hal itu terjadi maka sangat kita sayangkan karena pesta demokrasi yang kita harapkan warga masyarakat dapat memilih sesuai hati nurani “digodai dengan isi tas,” Walau cikal bakal calon pilkada dianggap tidak kapabel di mata masyarakat benarkah ?.

Potret di lapangan ada saja masyarakat yang demikian, lebih suka dengan calon yang ada isi tasnya, dari pada ketokohan seorang calon yang baik yang betul betul faham dengan kepemimpinan diwilayahnya.

Sepertinya ada saja kecenderungan warga masyarakat, tak mau pusing dengan siapa saja yang akan menjadi pemimpin di wilayahnya, apakah itu warga ekonomi kuat atau rendah?. yang penting dia dapat memperoleh apa yang menjadi kebutuhannya pula.

Akibat isi tas dari kaum berjuis, ada kecenderungan warga lebih suka tasnya di isi oleh calon. Adakah warga yang komitmen memilih cikal bakal calon Pilkada benar benar ingin membangun daerahnya dan mensejahterakan masyarakat dan meningkatkan inqam daerahnya?.

Akhirnya penulis mempertanyakan kembali apakah mungkin momentum pilkada yang diselenggarakan di September tahun 2024, mendapatkan pemimpin pemimpin yang berkualitas dan berpihak ke warga tanpa politisasi uang dan logistik dalam memenangkan pilkada?

Dan penulis berpesan pada warga masyarakat pemilih untuk memilih figur figur yang tepat, dapat meningkatkan perekonomian warga kedepan demi Kemajuan dan kesejahteraan kita semua, tanpa di iming-iming sesuatu yang temporer, tapi memilih figur figur yang menjunjung nilai nilai Pancasila dan UUD 1945, berdasarkan keyakinan kita masing-masing. * Wartawan Senior Sulsel tinggal di Makassar.

Di tulis hari Minggu, tanggal 12 Mei 2024